KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK BERBASIS NILAI QUR’ANI
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK BERBASIS NILAI QUR’ANI
MUKIMIN[1]
Abstrak:
Pendidikan Akhlak Merupakan fondasi dalam pendidikan islam sehingga
pendidikan Akhlak merupakan pendidikan yang urgen dalam membentuk pribadi yang
beradab. pendidikan Akhlak merupakan proses pembentukan kepribadian anak agar
tumbuh dan berkembang dengan tingkah laku yang baik. Yang pada akhirnya tanpa
harus dipandu serta diawasi baik oleh guru, orang tua, maupun masyarakat.
Sehingga anak mampu menjalankan aktifitasnya dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Selanjutnya dilihat dari
sasaran/objeknya, akhlak islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap
Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain Allah). Akhlak terhadap
makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, akhlak terhadap sesama
manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan binatang), dan akhlak
terhadap benda-benda mati. Dengan menggunak metode yang influentif seperti
Keteladanan, pembiasaan, nasihat, memberikan perhatian dan memberikan hukuman.
Kata Kunci : Konsep pendidikan
akhlak anak, berbasis nilai qur’ani
Pendahuluan
Pada era globalisasi umumnya setiap
orang memiliki harapan-harapan baru yang ingin dicapai. Disinilah kesempatan
terbuka lebar untuk mengembangkan kemampuan, minat, dan bakat dalam aspek
apapun, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Melihat
besarnya peluang untuk mengembangkan segala potensi tersebut, terutama bidang
IPTEK, maka dalam konteks pendidikan islam sudah saatnya untuk dikembangkan
dengan cara menggali, dan memperbaharui konsep-konsep yang telah ada. Hal ini
dilakukan dalam rangka mengikuti tuntutan perubahan zaman, agar pendidikan
lebih solid ditengah gencarnya arus perubahan. Realitas seperti inilah yang
ikut mendorong untuk mencermati lebih dalam tentang objek kajian pada aspek
pendidikan anak, karena diyakini sepenuhnya bahwa keberhasilan pendidikan anak
merupakan landasan dasar bagi kemajuan suatu bangsa. Tidak ada yang lebih
mempercepat suatu kemajuan bangsa tanpa diimbangi kesuksesan dalam menciptakan
generasi penerus bangsa itu sendiri, melalui pendidikan kader-kader bangsanya.
Jadi anak merupakan generasi, modal
dasar dan sekaligus aset bangsa yang patut diperhitungkan masa depannya. Maka
fondasi awal yang harus dibentuk adalah pendidikan akhlak. Yang nantinya
menjadi ciri khas pemuda masa kini yang berkembang dengan penuh tanggung jawab.
Pengertian
Pendidikan Akhlak
Pendidikan Berasal dari kata “didik”, lalu mendapatkan awalan me
sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan, sementara
kata pendidikan menurut KBBI proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan.[2]
Kingsley Price
mengemukakan bahwa pendidikan adalah : “Education
is the Process are preserved or in creased in the rearing of the young or in
the instruction of adults.”4 (Pendidikan ialah proses di mana
kekayaan budaya non fisik dipelihara atau dikembangkan dalam mengasuh anak-anak
atau mengajar orang-orang dewasa).
Dalam bahasa inggris dikenal dengan kata education (Pendidikan)
berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit,
to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam
pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau
proses perbuatan untuk memeroleh pengetahuan.[3]
Dalam pengertian yang luas pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.[4] Tiga
aspek yakni pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku harus berjalan
secara seimbang.
Kata “akhlaq” berasal dari bahasa Arab, yaitu jama’ dari
kata” khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pengerti,
perangai, tingkah laku, atau tabi’at, tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan.
Kata “akhlaq” juga berasal dari kata “khalaqa” atau “khalqun”
artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq” artinya
menciptakan, tindakan, atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-khaliq”
artinya pencipta dan “makhluq” artinya yang diciptakan.[5]
Dalam perkembangannya kata akhlaq diadopsi kedalam bahasa Indonesia
menjadi kata “akhlak” yang artinya budi pekerti, tingkah laku, dan perangai.[6]
Ibnu Miskawih memberikan definisi sebagai berikut:
حَالٌ لِلنَّفس دَاعِيَة لهاَ اِلَى
افعَالِهَا من غَيرِ فكرٍ وُرُوِيةٍ
Artinya
: Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[7]
Imam
Al-Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
الخُلُقُ عِبَارةٌ عَنْ
هيئَةٍ في النَّفسِ راسِخَةٍ عَنهَا تَصْدُرُ الأَفعَالُ بِسهُولَةٍ وَيُسرٍ مِنْ
غَيْرِ حاجَةٍ الَي فِكْرٍ ورُوِيَّةٍ
Artinya : Akhlak Suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[8]
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling
melengkapi, dan memiliki lima ciri penting dari akhlak, yaitu:
- Akhlak adalah perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadiannya.
- Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
- Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
- Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan kesungguhan, bukan main-main, atau karena bersandiwara.
- Perbuatan yang dilakukan secara ikhlas, semata-mata karena ingin mendapatkan ridho Allah SWT.[9]
Jadi pendidikan Akhlak merupakan proses pembentukan kepribadian
anak agar tumbuh dan berkembang dengan tingkah laku yang baik. Yang pada
akhirnya tanpa harus dipandu serta diawasi baik oleh guru, orang tua, maupun
masyarakat. Sehingga anak mampu menjalankan aktifitasnya dengan norma-norma
yang berlaku di masyarakat.
Sementara dalam Al-Quran Menyebutkan dalam surat At-Tiin Ayat 4
berbunyi:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S
At-Tiin: 4).[10]
Kesempurnaan
fisik seseorang harus selaras dengan kesempurnaan akhlaknya, setiap orang
mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan akhlaknya, upaya memperbaiki akhlak
merupakan suatu ibadah sebagaiman misi Rasulullah di utus ke dunia, yakni untuk
menyempurnakan akhlak.
Karena fisik
manusia itu ranah sang pencipta (Al-Khaliq). Jadi Al-Khaliq lah
yang menciptakan fisik manusia dengan sempurna, sehingga tidak boleh ada
seorang pun yang menghina, mencela, merendahkan atau bentuk-bentuk lain
terhadap fisik manusia. Dalam tataran fisik, tidak ada sedikitpun ruang kritik
atas wujud manusia, tanpa satupun kecuali. Karena menghina fisik seseorang
berarti telah menghina zat yang menciptakan, yaitu Allah sebagai Al-Khaliq.[11]
Ruang Lingkup Akhlak dalam Al-Qur’an.
Secara garis besar, akhlak dalam Islam dibagi dua bagian:
1.
Akhlak
yang terpuji (al-Akhlak al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu akhlak yang
senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyyah yang dapat membawa nilai-nilai yang
positif bagi kemaslahatan diri sendiri dan umat. Beberapa sifat yang termasuk
akhlak karimah diantaranya, sifat sabar, jujur, tawadhu, ikhlas, syukur, rendah
hati, tolong-menolong dan sebagainya.
2.
Akhlak
yang tercela (al-Akhlak al-Madzmumah), yaitu akhlak yang berada diluar
kontrol Ilahiyyah, atau asalnya datang dari hawa nafsu yang berada dalam
lingkup syaitan. Dan sifat-sifat tercela ini hanya akan membawa dampak negatif,
bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi umat manusia. Beberapa sifat
tercela tergambar dalam sifat sombong, tamak, kuffur, berprasangka buruk,
malas, menyakiti sesama dan sebagainya.[12]
Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia
atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah
digariskan dalam agama Islam dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela
tersebut, dan membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan
mencintainya.[13]
Selanjutnya
dilihat dari sasaran/objeknya, akhlak islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu
akhlak terhadap Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain
Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam,
akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan
binatang), dan akhlak terhadap benda-benda mati.[14]
1.
Akhlak
Kepada Allah.
Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian
agungnya sifat itu, jangankan manusia, malaikat sekalipun tak mampu menjangkau
hakikat-Nya.[15]
Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk
berakhlak kepada Allah dengan cara meluruskan ubudiyyah dengan dasar tauhid.[16]
Dasar tauhid dalam agama Islam dengan sangat jelas tertera dalam Al-Qur’an yang
agung:
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ
Artinya:
“Katakanlah! Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.[17]
Bentuk lain dari akhlak terhadap Allah adalah dengan beribadah
dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan sesuai dengan perintah-Nya, antara
lain dengan berdzikir dalam kondisi dan situasi apapun. Berdoa’a kepada Allah,
karena do’a merupakan inti dari ibadah. Bersikap tawadhu dan rendah diri
dihadapan Allah, karena yang berhak untuk sombong adalah Allah semata, sehingga
tidak layak seseorang hidup dengan kesombongan.[18]
2.
Akhlak
terhadap sesama manusia.
Akhlak terhadap manusia harus dimulai dari akhlak terhadap
Rasulullah, sebab beliau adalah manusia yang paling sempurna akhlaknya.
Diantara bentuk akhlak kepada beliau adalah dengan cara mencintai Rasulullah
dan memuliakannya.[19]
Pada sisi lain Allah menekankan bahwa hendaknya manusia didudukkan secara
wajar, dan Nabi Muhammad adalah manusia, namun dinyatakan pula bahwa beliau
adalah Rasul yang mendapatka wahyu dari Allah. Maka atas dasar itulah beliau
berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain, Al-Qur’an telah berpesan:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# wur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ Ìôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur w tbrâßêô±s? ÇËÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap
sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari. (Q.S Al-Hujurat: 2).[20]
Sementara itu,
Aminuddin secara lebih detail merinci akhlak terhadap sesama manusia sebagai
berikut:
a. Akhlak kepada Rasulullah. Dilakukan dengan cara mencintai beliau
dan mengikuti semua sunnahnya.
b. Akhlak pada kedua orang tua. Adalah dengan cara berbuat baik pada
mereka dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
mencintai mereka sebagai rasa terima kasih, berlaku lemah lembut, dan merawat
mereka saat mereka tua.
c. Akhlak kepada diri sendiri. Tercermin dalam sikap sabar yang
merupakan hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa saja yang
menimpanya. Syukur, sebagai bentuk terima kasih atas nikmat-nikmat Allah.
Rendah hati, sebagai kesadaran akan hakikat dirinya yang lemah dan serba
terbatas.
d. Akhlak terhadap keluarga, kerabat. Seperti saling membina rasa
kasih sayang dalam kehidupan keluarga, berbakti kepada orang tua, mendidik anak
dan membina hubungan silaturahmi.
e. Akhlak kepada tetangga. Dengan cara saling berkunjung, membantu
dikala waktu senggang, saling menghindari pertengkaran/permusuhan.
f. Akhlak kepada masyarakat. Dapat dilakukan dengan cara memuliakan
tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku.[21]
3.
Akhlak
terhadap lingkungan.
Islam sungguh agama yang sempurna, begitu pula dengan ajarannya.
Islam tidak hanya berbicara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, tapi juga bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia.
Menurut Quraish Shihab, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Dan hal ini menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungan.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan bimbingan agar setiap
mahkluk hidup mencapai tujuan penciptaannya.[22]
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil
buah yang belum matang atau memetik bunga yang belum mekar, karena hal ini berarti
tidak memberikan kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.[23]
Dasar Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an.
Salah satu
bukti kesempurnaan agama Islam salah
satunya adalah setiap ajarannya selalu memiliki dasar pemikiran, begitu juga dengan
pendidikan akhlak. Sumber untuk
menentukan Akhlak dalam Islam, apakah itu termasuk dalam akhlak baik atau
tercela, sebagaiman keseluruhan ajaran lainnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad. Baik dan buruk dalam akhlak islam, ukurannya adalah kedua sumber
tersebut, bukan menurut ukuran manusia.[24]
Meskipun
Al-Qur’an di dalamnya tidak secara tegas menyebutkan kata akhlaq, namun
secara konseptual ada banyak sekali ayat-ayat yang dapat dijadikan sumber
pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an.
Salah satu contohnya
terdapat dalam firman Allah:
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ $uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S Luqman:
13-14).[25]
Dari kedua sumber inilah (Al-Qur’an dan
Hadits) kita dapat memahami bahwa sifat-sifat seperti sabar, tawakal,
memaafkan, rendah hati dan bersyukur adalah bagian dari akhlak yang mulia.
Sedangkan sifat seperti kikir, takabur, hasad, syirik, dan ujub merupakan
bagian dari sifat tercela yang dibenci Allah.
Mengingat
kebenaran Al-Qur’an adalah mutlak, maka setiap ajaran yang sesuai dengan
Al-Qur’an haruslah dilaksanakan, dan yang bertentangan harus ditinggalkan.
Dengan demikian orang yang berpegang kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an akan
terjamin dari kesesatan.
Sebagaimana
pendapat yang disampaikan Quraish Shihab mengenai perbedaan antara konsep
akhlak dalam Islam dengan moral dan etika, dalam pandangan Islam, sumber untuk
menentukan baik dan buruk pun berbeda antara akhlak Islam, moral dan etika.
Yang baik menurut akhlak adalah sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai
dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain. Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak
berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama dan masyarakat, dan tidak
berguna bagi diri sendiri dan orang lain.[26]
Sedangkan yang
menentukan baik buruk dalam moral dan
etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu
tempat di suatu masa. Sehingga dipandang dari sumbernya, akhlak Islam bersifat
tetap dan berlaku selama-lamanya, sedangkan moral dan etika hanya berlaku
selama masa tertentu dan pada tempat tertentu. Pada akhirnya akhlak itu
bersifat mutlak, sedangkan moral dan etika bersifat relatif.[27]
Tujuan
Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an.
Tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi.
Dilihat dari segi redaksinya, ada tujuan akhir dan tujuan sementara. Dilihat
dari sifatnya, ada tujuan umum dan tujuan khusus. Dilihat dari segi
penyelenggaraannya dalam pendidikan formal, ada tujuan nasional dan tujuan
institusional. Dilihat dari orintasi outputnya, ada tujuan individual dan
tujuan sosial. Disamping itu, dalam bidang studi (kurikulum) terlihat adanya
pembagian tujuan pendidikan kepada tujuan keagamaan, tujuan intelektual, tujuan
kultural, tujuan material, dan tujuan psikis.[28]
Semua pembagian diatas
dapat diterapkan terhadap tujuan pendidikan Islam, karena pembagian tersebut
menunjuk kepada proses. Yang pada hakikatnya pendidikan islam berorientasi pada
ayat-ayat suci Al-Quran maupun Hadist, maka tujuan pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
1.
Menumbuhkan
sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS;
Adzariyah:56)[29]
2.
Menumbuhkan
dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 102 sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? wur ¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali
Imran:102)[30]
3.
Menciptakan
pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amar ma’ruf nahi mungkar, sebagaimana
firman Allah SWT. :
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ….. ( ÇÌÉÈ
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di bumi.
(al-Baqarah : 30)[31]
4. Menumbuhkan kesadaran
ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam
maupun kehidupan mahluk Allah semesta, sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 190-191.
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
) ال عمران : 190-191)
Arinya: Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190), (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.(191) (QS; Ali Imran : 190-191)[32]
Dari uraian
diatas kiranya dapat memberikan gambaran ruang lingkup yang dikehendaki oleh
pendidikan. Karena manusia yang dibinanya itu merupakan totalitas sebagai
mahluk individu dan sosial. Dengan demikian pendidikan harus mampu mengemban
misi yang diperlukan untuk perkembangan dan pertumbuhan pribadi dan masyarakat.
Orentasinya harus utuh – memperkokoh keberadaan manusia sebagai mahluk pribadi
dan masyarakat. Dalam rangka peranannya itu maka fungsi tujuan pendidikan akhir
maupun khusus, yang normatif maupun yang operatif praktis merupan salah satu
faktor penting, bukan saja sebagai pendorong, motivasi bagi anak didik dan
cita-cita hidupnya self realization,
tetapi juga menjadi isi pokok (core
curriculum) pendidikan dan akan menentukan metode pengajaran sistem dan
pengajaran.[33]
Yang
pada dasarnya tidak bisa lepas dari membicarakan tujuan hidup manusia, karena
pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Dalam
konteks ini Al-Qur’an secara tegas menjelaskan bahwa apapun aktifitas yang
dilakukan oleh manusia tidak dapat lepas dari tujuan dan penghambaan kepada
Allah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat al-An’am: 162:
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
Artinya: “Katakanlah!
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan
semesta alam”. (Q.S Al-An’am: 162).[34]
Karena proses pendidikan terkait dengan unsur kebutuhan dan tabiat
manusia, maka hal ini tidak lepas dari tiga unsur, yaitu unsur jasad, ruh dan
akal. Oleh karenanya tujuan pendidikan Islam harus dibangun berdasar tiga
komponen tersebut. Maka dari sini dapat dikemukakan bahwa tujuan dari
pendidikan Islam dikelompokan menjadi tiga.
1. Pendidikan
Jasmani.
Pendidikan jasmani (al-tarbIyyah
al-jismiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan, menguatkan dan memelihara
jasmani dengan baik dan normal. Dengan demikian, jasmani mampu melakukan
berbagai kegiatan dan tanggung jawab yang dihadapinya dalam kehidupan individu
dan sosial, selain itu jasmani mampu menghadapi berbagai penyakit yang
mengancamnya.
2. Pendidikan
akal.
Pendidikan akal (al-tarbiyah
al-‘aqliyah) adalah peningkatan pemikiran akal dan latihan secara teratur.
Pendidikan intelektual akan mampu memeperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh
dan relitas secara tepat dan benar. Dengan demikian secara singkat tujuan dari
pendidikan akal adalah mampu memberi pencerahan diri untuk menemukan kebenaran.
3. Pendidikan
akhlak
Pembentukan
akhlak mulia merupakan tujuan utama yang harus diteladani oleh setiap guru dan
peserta didik. Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi
pekerti yang sanggup meghasilkan manusia yang bermoral, berjiwa bersih,
cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui kewajiban dan
pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, dan dapat membedakan baik buruk,
dan mengingat Tuhan disetiap pekerjaan.[35]
Sementara itu ‘Ahiyah al-abrasyi
menyimpulkan ada lima tujuan pendidikan Islam atau pendidikan Qur’ani:
1. Untuk
pembentukan akhlak mulia, karena hal ini sejalan dengan diutusnya Rasulullah ke
dunia, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia.
2. Mempersiapkan
manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
3. Untuk
tujuan vokasional dan profesional, yaitu mempersiapkan peserta didik untuk
mampu mencari dan menemukan jalan rizki, untuk menafkahi diri dan keluarganya,
sehingga tidak bergantung pada orang lain.
4. Untuk
menumbuhkan semangat ilmiah kepada para peserta didik dan memuaskan rasa ingin
tahu dan mengkaji ilmu pengetahuan demi kemaslahatan hidupnya.
5. Mempersiapkan
peserta didik agar memiliki keahlian dan keterampilan tertentu, agar dapat
memenuhi kebutuhan jasmaninya di kemudian hari, disamping juga kebutuhan
rohaninya.[36]
Dari
beberapa uraian diatas, sangat jelas bahwa pendidikan Islam dan pendidikan
akhlak berkaitan erat satu sama lain. Bahwasanya tujuan inti dari pendidikan
Islam adalah pembentukan akhlak mulia, ini berarti bahwa untuk membentuk
kepribadian seseorang agar memiliki akhlak mulia adalah dengan pendidikan
Islam.
Sementara
itu, telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak telah dirumuskan oleh para
pemikir dan tokoh pendidikan Islam masa lalu. Seperti Ibnu Miskaweih,
Al-Qabashi, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan Al-Zarnuji menunjukan bahwa tujuan puncak
pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam prilaku anak
didik. Karakter positif ini tiada lain penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam
kehidupan manusia.[37]
Pendidikan
akhlak juga bertujuan untuk membina kualitas manusia prima dengan ciri-ciri,
antara lain:
a.
Beriman
dan bertaqwa kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
b.
Memiliki
kematangan kepribadian, budi yang luhur, jujur, amanat, berani, sabar dan
peduli sosial.
c.
Punya
keterampilan belajar, beramal shaleh, disiplin, kerja keras, mandiri, sehat
jasmani dan rohani.[38]
Metode Pendidikan Akhlak yang
Influentif terhadap Anak bernialai Qur’ani
Dalam
perkembangannya pendidikan akhlak harus terus ditumbuhkan karena hal itu utama
dalam kehidupan, kita harus mencari berbagai metode yang lebih efektif, mencari
kaidah-kaidah yang influentif dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral,
saintikal spiritual dan sosial, sehingga anak dapatv mencapai kematangan yang
sempurna.
Menurut
pemikiran penyusun dibutuhkan kaidah-kaidah pendidikan influentif dalam
membentuk dan mempersiapkan akhlak anak diantaranya:
1.
Pendidikan
dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang influentif adalah yang
paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak baik
moral, spiritual dan sosial. hal ini pendidik adalah contoh terbaik dalam
pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, tata santunnya, disadari
atau tidak, hal itu akan tercetak dalam watak siswa.[39]
Disinila keteladan itu menjadi faktor penting dalam hal baik
buruknya anak. Oleh karena itu keteladan ini menjadi karakter nabi Muhammad
SAW. Sebagai utusan Allah. Yang ditegaskan dalam firmannya yang berbunyi
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (QS: Al- Ahzab : 21)[40]
Jadi disini
bisa kita ambil ibroh, bahwa dalam membentuk watak anak perlu ada panutan baik
dari pendidik (Sekolah), Orang tua (Keluarga), dan Masyarakat (Lingkungan
Sekitar). Dari hal itu secara perlahan akan menjadi pribadi anak.
2.
Pendidikan
dengan adat kebiasaan
Masalah-masalah
yang sudah menjadi ketetapan dalam syari’at islam, bahwa sang anak diciptakan
dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus dan iman kepada Allah.
Ini sesaui
dengan yang difirmankan oleh Allah:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS;
Ar-ruum : 30)[41]
Fitrah Allah:
Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama
Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu
tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh
lingkungan.
Dari sinilah
peran pembiasan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan budi pekerti, spiritual dan
etika agama yang lurus.[42]
3.
Pendidikan
dengan Nasihat
Metode yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan,
mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak adalah pendidikan dengan
pemberian nasihat. Sebab, nasihat ini dapat membukakan mata anak-anak,
mendorong pada situasi yang luhur, dan menghiasi dengan akhlak yang mulia, dan
membekalinya dengan prinsip-prisip islam.[43]
Maka tak heran jika Al-Qur’an memakai metode ini, yang bebicara
pada jiwa dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat dan tempat. Dan sudah
menjadi sepakat, bahwa nasihat yang tulus akan berpengaruh dan berbekas, jika
memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, dan akal yang bijak akan cepat
mendapatkan tanggapan dan meninggalkan bekas.
Dalam Al-Qur’an telah menegaskan pengertian ini dalam banyak ayat
dan berulang kali menyebutkan manfaat dari peringatan atau nasihat.
öÏj.sur ¨bÎ*sù 3tø.Ïe%!$# ßìxÿZs? úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÎÎÈ
Artinya: dan
tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman. (QS; Ad-Dzarriyat; 55)[44]
4.
Pendidikan dengan Perhatian
Yang dimaksud pendidikan dengan
perhatian adalah mencurahkan, memeperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah, dan moral, persiapan spiritual dan
sosial, disamping selalu bertanya-tanya tentang situasi pendidikan jasmani dan
daya hasil ilmiahnya.[45]
Tentang perhatian ini banyak di
sebutkan dalam Al-Qur’an diantaranya:
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷É9sÜô¹$#ur $pkön=tæ (
ÇÊÌËÈ …..
Artinya:
dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. (QS; Taahaa; 132)[46]
5.
Pendidikan
dengan memberikan hukuman (Punishmen)
Pada dasarnya,
hukum-hukum syariat Islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsipnya yang
universal. Inilah metode yang dipakai oleh islam dalam upaya memberikan hukuman
kepada anak antara lain:
a.
Lemah
lembut dan kasih sayang
b.
Menjaga
tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman
c.
Dalam
upaya memperbaiki, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan
hingga yang paling keras.[47]
Daftar
Rujukan
Abdullah
Nashih Ulwan, 1981. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam Bandung;
Asy-Syifa. 1981
Alex,
2005. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer Surabaya: Karya Harapan.
Beni
Ahmad saebani dan Abdul hamid, 2010. Ilmu Akhlak Bandung: Pustaka Setia.
Bisri, 2012. Akhlak, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementrian Agama RI.
Hery Noer Aly, 1999. Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logas Wacana Ilmu.
Juwariyah,
2010. Dasar-Dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: teras.
Kingsley Price, 1965. Education and Philosiphical Through Boston, Lisa : Allym and Bacan
Inc.,
M.
Quraish Shihab, 2013. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai
Persoalan Umat Bandung: Mizan.
Marzuki 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia, Yogyakarta: Debut
Wahana Press.
Moh.
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam,
Jogjakarta, Arr-Ruzz Media.
Muhibbin
Syah, 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Bandung: Rosdakarya.
Mustofa,
2010. Akhlak Tasawuf Bandung: Pustaka
Setia. 2010
Sulton
Fatoni dan Wijdan Fr, 2014. The Wisdom of Gus Dur;Butir-Butir
Kearifan Sang Waskita, Bandung: Imania.
Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Zuhairini,
dkk., 1995. Filsaaafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
[1] Mahasiswa Pasca
STAIN Pamekasan
[2] Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi Ketiga. (Jakarta: Balai Pustaka. 2001), 232
4 Kingsley Price, Education and Philosiphical Through (Boston, Lisa : Allym and Bacan
Inc., 1965), 4
[3] Muhibbin Syah,
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakarya. 2010), 10
[4] Ibid
[5] Beni Ahmad
saebani dan Abdul hamid, Ilmu Akhlak (Bandung:
Pustaka Setia. 2010), 13
[6] Alex, Kamus
Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan. 2005), 21
[7] Mustofa, Akhlak
Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia. 2010), 12
[8] Ibid
[9] Beni Ahmad
saebani dan Abdul hamid, Ilmu Akhlak, 14
[10] Al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penerjemag Al-Qur’an.
1971), 1076
[11] Sulton Fatoni
dan Wijdan Fr, The Wisdom of Gus Dur; Butir-Butir Kearifan Sang Waskita,
(Bandung: Imania, 2014), 4
[12] Zuhairini,
dkk., Filsaaafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 162
[13] Bisri, Akhlak,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2012), 7
[14] Marzuki, Prinsip
Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), 22
[15] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2013), Cet. Ke 13. 348
[16] Marzuki, Prinsip
Dasar Akhlak Mulia, 22
[17] Al-Qur’an
dan Terjemah, 1118
[18]Aminuddin dkk, Pendidikan
Agama Islam, cet II (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 153-154
[19] Ibid. 22.
[20] Al-Qur’an
dan Terjemah, 845
[21] Aminuddin, Pendidikan
Agama Islam, 154
[22] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 358
[23] Ibid.,
358
[24]Marzuki, Prinsip
Dasar Akhlak Mulia, 19
[26]Muhammad Daud
Ali, Pendidikan Agama Islam (Depok: Raja Grafindo Persada.2011) 355
[28] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta:PT Logas Wacana Ilmu, 1999) 76
[29] Al-Qur’an
dan Terjemah, 862
[30] Al-Qur’an
dan Terjemah, 92
[31] Al-Qur’an
dan Terjemah, 13
[32] Al-Qur’an
dan Terjemah, 46
[35]Moh. Haitami
Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta,
Arr-Ruzz Media, 2012), 120
[36] Juwariyah, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: teras, 2010), 47
[37] Abdul Majid
dan Diah Andayani, Pendidikan Karakter..., 10
[38]Moh. Haitami
Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi
Ilmu Pendidikan Islam..., 120
[39] Abdullah
Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Bandung; Asy-Syifa.
1981), 2
[40] Al-Qur’an
dan Terjemah, 670
[41] Al-Qur’an
dan Terjemah, 645
[42] Ibid, 43
[43] Ibid, 64
[44] Al-Qur’an
dan Terjemah, 862
[45] Abdullah
Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, 103
[46] Al-Qur’an
dan Terjemah, 492
[47] Abdullah
Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, 155-158
EmoticonEmoticon