Sabtu, 28 Oktober 2017

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK BERBASIS NILAI QUR’ANI



KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK BERBASIS NILAI QUR’ANI
MUKIMIN[1]

Abstrak: Pendidikan Akhlak Merupakan fondasi dalam pendidikan islam sehingga pendidikan Akhlak merupakan pendidikan yang urgen dalam membentuk pribadi yang beradab. pendidikan Akhlak merupakan proses pembentukan kepribadian anak agar tumbuh dan berkembang dengan tingkah laku yang baik. Yang pada akhirnya tanpa harus dipandu serta diawasi baik oleh guru, orang tua, maupun masyarakat. Sehingga anak mampu menjalankan aktifitasnya dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya dilihat dari sasaran/objeknya, akhlak islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan binatang), dan akhlak terhadap benda-benda mati. Dengan menggunak metode yang influentif seperti Keteladanan, pembiasaan, nasihat, memberikan perhatian dan memberikan hukuman.
Kata Kunci : Konsep pendidikan akhlak anak, berbasis nilai qur’ani

Pendahuluan
Pada era globalisasi umumnya setiap orang memiliki harapan-harapan baru yang ingin dicapai. Disinilah kesempatan terbuka lebar untuk mengembangkan kemampuan, minat, dan bakat dalam aspek apapun, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Melihat besarnya peluang untuk mengembangkan segala potensi tersebut, terutama bidang IPTEK, maka dalam konteks pendidikan islam sudah saatnya untuk dikembangkan dengan cara menggali, dan memperbaharui konsep-konsep yang telah ada. Hal ini dilakukan dalam rangka mengikuti tuntutan perubahan zaman, agar pendidikan lebih solid ditengah gencarnya arus perubahan. Realitas seperti inilah yang ikut mendorong untuk mencermati lebih dalam tentang objek kajian pada aspek pendidikan anak, karena diyakini sepenuhnya bahwa keberhasilan pendidikan anak merupakan landasan dasar bagi kemajuan suatu bangsa. Tidak ada yang lebih mempercepat suatu kemajuan bangsa tanpa diimbangi kesuksesan dalam menciptakan generasi penerus bangsa itu sendiri, melalui pendidikan kader-kader bangsanya.
Jadi anak merupakan generasi, modal dasar dan sekaligus aset bangsa yang patut diperhitungkan masa depannya. Maka fondasi awal yang harus dibentuk adalah pendidikan akhlak. Yang nantinya menjadi ciri khas pemuda masa kini yang berkembang dengan penuh tanggung jawab.
Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan Berasal dari kata “didik”, lalu mendapatkan awalan me sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan, sementara kata pendidikan menurut KBBI proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.[2]
Kingsley Price mengemukakan bahwa pendidikan adalah : “Education is the Process are preserved or in creased in the rearing of the young or in the instruction of adults.”4 (Pendidikan ialah proses di mana kekayaan budaya non fisik dipelihara atau dikembangkan dalam mengasuh anak-anak atau mengajar orang-orang dewasa).
Dalam bahasa inggris dikenal dengan kata education (Pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memeroleh pengetahuan.[3]
Dalam pengertian yang luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.[4] Tiga aspek yakni pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku harus berjalan secara seimbang.
Kata “akhlaq” berasal dari bahasa Arab, yaitu jama’ dari kata” khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pengerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at, tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Kata “akhlaq” juga berasal dari kata “khalaqa” atau “khalqun” artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq” artinya menciptakan, tindakan, atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-khaliq” artinya pencipta dan “makhluq” artinya yang diciptakan.[5] Dalam perkembangannya kata akhlaq diadopsi kedalam bahasa Indonesia menjadi kata “akhlak” yang artinya budi pekerti, tingkah laku, dan perangai.[6]
Ibnu Miskawih memberikan definisi sebagai berikut:
حَالٌ لِلنَّفس دَاعِيَة لهاَ اِلَى افعَالِهَا من غَيرِ فكرٍ وُرُوِيةٍ
Artinya : Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[7]
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
الخُلُقُ عِبَارةٌ عَنْ هيئَةٍ في النَّفسِ راسِخَةٍ عَنهَا تَصْدُرُ الأَفعَالُ بِسهُولَةٍ وَيُسرٍ مِنْ غَيْرِ حاجَةٍ الَي فِكْرٍ ورُوِيَّةٍ
Artinya : Akhlak Suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[8]
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan memiliki lima ciri penting dari akhlak, yaitu:

  1.  Akhlak adalah perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadiannya. 
  2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
  3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
  4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan kesungguhan, bukan main-main, atau karena bersandiwara.
  5. Perbuatan yang dilakukan secara ikhlas, semata-mata karena ingin mendapatkan ridho Allah SWT.[9]

Jadi pendidikan Akhlak merupakan proses pembentukan kepribadian anak agar tumbuh dan berkembang dengan tingkah laku yang baik. Yang pada akhirnya tanpa harus dipandu serta diawasi baik oleh guru, orang tua, maupun masyarakat. Sehingga anak mampu menjalankan aktifitasnya dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Sementara dalam Al-Quran Menyebutkan dalam surat At-Tiin Ayat 4 berbunyi:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S At-Tiin: 4).[10]
  
               Kesempurnaan fisik seseorang harus selaras dengan kesempurnaan akhlaknya, setiap orang mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan akhlaknya, upaya memperbaiki akhlak merupakan suatu ibadah sebagaiman misi Rasulullah di utus ke dunia, yakni untuk menyempurnakan akhlak.
               Karena fisik manusia itu ranah sang pencipta (Al-Khaliq). Jadi Al-Khaliq lah yang menciptakan fisik manusia dengan sempurna, sehingga tidak boleh ada seorang pun yang menghina, mencela, merendahkan atau bentuk-bentuk lain terhadap fisik manusia. Dalam tataran fisik, tidak ada sedikitpun ruang kritik atas wujud manusia, tanpa satupun kecuali. Karena menghina fisik seseorang berarti telah menghina zat yang menciptakan, yaitu Allah sebagai Al-Khaliq.[11]
Ruang Lingkup Akhlak dalam Al-Qur’an.
            Secara garis besar, akhlak dalam Islam dibagi dua bagian:
1.      Akhlak yang terpuji (al-Akhlak al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyyah yang dapat membawa nilai-nilai yang positif bagi kemaslahatan diri sendiri dan umat. Beberapa sifat yang termasuk akhlak karimah diantaranya, sifat sabar, jujur, tawadhu, ikhlas, syukur, rendah hati, tolong-menolong dan sebagainya.
2.      Akhlak yang tercela (al-Akhlak al-Madzmumah), yaitu akhlak yang berada diluar kontrol Ilahiyyah, atau asalnya datang dari hawa nafsu yang berada dalam lingkup syaitan. Dan sifat-sifat tercela ini hanya akan membawa dampak negatif, bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi umat manusia. Beberapa sifat tercela tergambar dalam sifat sombong, tamak, kuffur, berprasangka buruk, malas, menyakiti sesama dan sebagainya.[12]
            Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, dan membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya.[13]
Selanjutnya dilihat dari sasaran/objeknya, akhlak islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah) dan akhlak kepada makhluk (selain Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan (tumbuhan dan binatang), dan akhlak terhadap benda-benda mati.[14]
1.      Akhlak Kepada Allah.
Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agungnya sifat itu, jangankan manusia, malaikat sekalipun tak mampu menjangkau hakikat-Nya.[15] Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak kepada Allah dengan cara meluruskan ubudiyyah dengan dasar tauhid.[16] Dasar tauhid dalam agama Islam dengan sangat jelas tertera dalam Al-Qur’an yang agung:
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ  
Artinya: “Katakanlah! Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.[17]
Bentuk lain dari akhlak terhadap Allah adalah dengan beribadah dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan sesuai dengan perintah-Nya, antara lain dengan berdzikir dalam kondisi dan situasi apapun. Berdoa’a kepada Allah, karena do’a merupakan inti dari ibadah. Bersikap tawadhu dan rendah diri dihadapan Allah, karena yang berhak untuk sombong adalah Allah semata, sehingga tidak layak seseorang hidup dengan kesombongan.[18]
2.      Akhlak terhadap sesama manusia.
Akhlak terhadap manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah, sebab beliau adalah manusia yang paling sempurna akhlaknya. Diantara bentuk akhlak kepada beliau adalah dengan cara mencintai Rasulullah dan memuliakannya.[19] Pada sisi lain Allah menekankan bahwa hendaknya manusia didudukkan secara wajar, dan Nabi Muhammad adalah manusia, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang mendapatka wahyu dari Allah. Maka atas dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain, Al-Qur’an telah berpesan:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#þqãèsùös? öNä3s?ºuqô¹r& s-öqsù ÏNöq|¹ ÄcÓÉ<¨Y9$# Ÿwur (#rãygøgrB ¼çms9 ÉAöqs)ø9$$Î/ ̍ôgyfx. öNà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 br& xÝt7øtrB öNä3è=»yJôãr& óOçFRr&ur Ÿw tbrâßêô±s? ÇËÈ  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Q.S Al-Hujurat: 2).[20]
Sementara itu, Aminuddin secara lebih detail merinci akhlak terhadap sesama manusia sebagai berikut:
a.  Akhlak kepada Rasulullah. Dilakukan dengan cara mencintai beliau dan mengikuti semua sunnahnya.
b.   Akhlak pada kedua orang tua. Adalah dengan cara berbuat baik pada mereka dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan mencintai mereka sebagai rasa terima kasih, berlaku lemah lembut, dan merawat mereka saat mereka tua.
c.  Akhlak kepada diri sendiri. Tercermin dalam sikap sabar yang merupakan hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa saja yang menimpanya. Syukur, sebagai bentuk terima kasih atas nikmat-nikmat Allah. Rendah hati, sebagai kesadaran akan hakikat dirinya yang lemah dan serba terbatas.
d.  Akhlak terhadap keluarga, kerabat. Seperti saling membina rasa kasih sayang dalam kehidupan keluarga, berbakti kepada orang tua, mendidik anak dan membina hubungan silaturahmi.
e.     Akhlak kepada tetangga. Dengan cara saling berkunjung, membantu dikala waktu senggang, saling menghindari pertengkaran/permusuhan.
f.    Akhlak kepada masyarakat. Dapat dilakukan dengan cara memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku.[21]
3.      Akhlak terhadap lingkungan.
Islam sungguh agama yang sempurna, begitu pula dengan ajarannya. Islam tidak hanya berbicara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, tapi juga bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia.
Menurut Quraish Shihab, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Dan hal ini menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan bimbingan agar setiap mahkluk hidup mencapai tujuan penciptaannya.[22]
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah yang belum matang atau memetik bunga yang belum mekar, karena hal ini berarti tidak memberikan kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.[23]
Dasar Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an.
Salah satu bukti kesempurnaan  agama Islam salah satunya adalah setiap ajarannya selalu memiliki dasar pemikiran, begitu juga dengan pendidikan akhlak.  Sumber untuk menentukan Akhlak dalam Islam, apakah itu termasuk dalam akhlak baik atau tercela, sebagaiman keseluruhan ajaran lainnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Baik dan buruk dalam akhlak islam, ukurannya adalah kedua sumber tersebut, bukan menurut ukuran manusia.[24]
Meskipun Al-Qur’an di dalamnya tidak secara tegas menyebutkan kata akhlaq, namun secara konseptual ada banyak sekali ayat-ayat yang dapat dijadikan sumber pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an.
Salah satu contohnya terdapat dalam firman Allah:
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ   $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S Luqman: 13-14).[25]

   Dari kedua sumber inilah (Al-Qur’an dan Hadits) kita dapat memahami bahwa sifat-sifat seperti sabar, tawakal, memaafkan, rendah hati dan bersyukur adalah bagian dari akhlak yang mulia. Sedangkan sifat seperti kikir, takabur, hasad, syirik, dan ujub merupakan bagian dari sifat tercela yang dibenci Allah.
Mengingat kebenaran Al-Qur’an adalah mutlak, maka setiap ajaran yang sesuai dengan Al-Qur’an haruslah dilaksanakan, dan yang bertentangan harus ditinggalkan. Dengan demikian orang yang berpegang kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an akan terjamin dari kesesatan.
Sebagaimana pendapat yang disampaikan Quraish Shihab mengenai perbedaan antara konsep akhlak dalam Islam dengan moral dan etika, dalam pandangan Islam, sumber untuk menentukan baik dan buruk pun berbeda antara akhlak Islam, moral dan etika. Yang baik menurut akhlak adalah sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama dan masyarakat, dan tidak berguna bagi diri sendiri dan orang lain.[26]
Sedangkan yang menentukan baik buruk  dalam moral dan etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa. Sehingga dipandang dari sumbernya, akhlak Islam bersifat tetap dan berlaku selama-lamanya, sedangkan moral dan etika hanya berlaku selama masa tertentu dan pada tempat tertentu. Pada akhirnya akhlak itu bersifat mutlak, sedangkan moral dan etika bersifat relatif.[27]
Tujuan Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an.
Tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi. Dilihat dari segi redaksinya, ada tujuan akhir dan tujuan sementara. Dilihat dari sifatnya, ada tujuan umum dan tujuan khusus. Dilihat dari segi penyelenggaraannya dalam pendidikan formal, ada tujuan nasional dan tujuan institusional. Dilihat dari orintasi outputnya, ada tujuan individual dan tujuan sosial. Disamping itu, dalam bidang studi (kurikulum) terlihat adanya pembagian tujuan pendidikan kepada tujuan keagamaan, tujuan intelektual, tujuan kultural, tujuan material, dan tujuan psikis.[28]
Semua pembagian diatas dapat diterapkan terhadap tujuan pendidikan Islam, karena pembagian tersebut menunjuk kepada proses. Yang pada hakikatnya pendidikan islam berorientasi pada ayat-ayat suci Al-Quran maupun Hadist, maka tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.      Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS; Adzariyah:56)[29]

2.      Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 102 sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran:102)[30]

3.      Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amar ma’ruf nahi mungkar, sebagaimana firman Allah SWT. :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz   ….. ( ÇÌÉÈ  
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di bumi. (al-Baqarah : 30)[31]

4.      Menumbuhkan kesadaran ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan mahluk Allah semesta, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 190-191.
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
) ال عمران : 190-191)
Arinya:  Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.(191) (QS; Ali Imran : 190-191)[32]

Dari uraian diatas kiranya dapat memberikan gambaran ruang lingkup yang dikehendaki oleh pendidikan. Karena manusia yang dibinanya itu merupakan totalitas sebagai mahluk individu dan sosial. Dengan demikian pendidikan harus mampu mengemban misi yang diperlukan untuk perkembangan dan pertumbuhan pribadi dan masyarakat. Orentasinya harus utuh – memperkokoh keberadaan manusia sebagai mahluk pribadi dan masyarakat. Dalam rangka peranannya itu maka fungsi tujuan pendidikan akhir maupun khusus, yang normatif maupun yang operatif praktis merupan salah satu faktor penting, bukan saja sebagai pendorong, motivasi bagi anak didik dan cita-cita hidupnya self realization, tetapi juga menjadi isi pokok (core curriculum) pendidikan dan akan menentukan metode pengajaran sistem dan pengajaran.[33]
Yang pada dasarnya tidak bisa lepas dari membicarakan tujuan hidup manusia, karena pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Dalam konteks ini Al-Qur’an secara tegas menjelaskan bahwa apapun aktifitas yang dilakukan oleh manusia tidak dapat lepas dari tujuan dan penghambaan kepada Allah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat al-An’am: 162:
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ  
Artinya: “Katakanlah! Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan semesta alam”. (Q.S Al-An’am: 162).[34]

Karena proses pendidikan terkait dengan unsur kebutuhan dan tabiat manusia, maka hal ini tidak lepas dari tiga unsur, yaitu unsur jasad, ruh dan akal. Oleh karenanya tujuan pendidikan Islam harus dibangun berdasar tiga komponen tersebut. Maka dari sini dapat dikemukakan bahwa tujuan dari pendidikan Islam dikelompokan menjadi tiga.
1.      Pendidikan Jasmani.
Pendidikan jasmani (al-tarbIyyah al-jismiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan, menguatkan dan memelihara jasmani dengan baik dan normal. Dengan demikian, jasmani mampu melakukan berbagai kegiatan dan tanggung jawab yang dihadapinya dalam kehidupan individu dan sosial, selain itu jasmani mampu menghadapi berbagai penyakit yang mengancamnya.
2.      Pendidikan akal.
Pendidikan akal (al-tarbiyah al-‘aqliyah) adalah peningkatan pemikiran akal dan latihan secara teratur. Pendidikan intelektual akan mampu memeperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh dan relitas secara tepat dan benar. Dengan demikian secara singkat tujuan dari pendidikan akal adalah mampu memberi pencerahan diri untuk menemukan kebenaran.
3.      Pendidikan akhlak
Pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan utama yang harus diteladani oleh setiap guru dan peserta didik. Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup meghasilkan manusia yang bermoral, berjiwa bersih, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, dan dapat membedakan baik buruk, dan mengingat Tuhan disetiap pekerjaan.[35]
Sementara itu ‘Ahiyah al-abrasyi menyimpulkan ada lima tujuan pendidikan Islam atau pendidikan Qur’ani:
1.      Untuk pembentukan akhlak mulia, karena hal ini sejalan dengan diutusnya Rasulullah ke dunia, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia.
2.      Mempersiapkan manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
3.      Untuk tujuan vokasional dan profesional, yaitu mempersiapkan peserta didik untuk mampu mencari dan menemukan jalan rizki, untuk menafkahi diri dan keluarganya, sehingga tidak bergantung pada orang lain.
4.      Untuk menumbuhkan semangat ilmiah kepada para peserta didik dan memuaskan rasa ingin tahu dan mengkaji ilmu pengetahuan demi kemaslahatan hidupnya.
5.      Mempersiapkan peserta didik agar memiliki keahlian dan keterampilan tertentu, agar dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya di kemudian hari, disamping juga kebutuhan rohaninya.[36]
Dari beberapa uraian diatas, sangat jelas bahwa pendidikan Islam dan pendidikan akhlak berkaitan erat satu sama lain. Bahwasanya tujuan inti dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak mulia, ini berarti bahwa untuk membentuk kepribadian seseorang agar memiliki akhlak mulia adalah dengan pendidikan Islam.
Sementara itu, telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak telah dirumuskan oleh para pemikir dan tokoh pendidikan Islam masa lalu. Seperti Ibnu Miskaweih, Al-Qabashi, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan Al-Zarnuji menunjukan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam prilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia.[37]
Pendidikan akhlak juga bertujuan untuk membina kualitas manusia prima dengan ciri-ciri, antara lain:
a.       Beriman dan bertaqwa kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
b.      Memiliki kematangan kepribadian, budi yang luhur, jujur, amanat, berani, sabar dan peduli sosial.
c.       Punya keterampilan belajar, beramal shaleh, disiplin, kerja keras, mandiri, sehat jasmani dan rohani.[38]
Metode Pendidikan Akhlak yang Influentif terhadap Anak bernialai Qur’ani
Dalam perkembangannya pendidikan akhlak harus terus ditumbuhkan karena hal itu utama dalam kehidupan, kita harus mencari berbagai metode yang lebih efektif, mencari kaidah-kaidah yang influentif dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal spiritual dan sosial, sehingga anak dapatv mencapai kematangan yang sempurna.
Menurut pemikiran penyusun dibutuhkan kaidah-kaidah pendidikan influentif dalam membentuk dan mempersiapkan akhlak anak diantaranya:
1.      Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang influentif adalah yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak baik moral, spiritual dan sosial. hal ini pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, tata santunnya, disadari atau tidak, hal itu akan tercetak dalam watak siswa.[39]
Disinila keteladan itu menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Oleh karena itu keteladan ini menjadi karakter nabi Muhammad SAW. Sebagai utusan Allah. Yang ditegaskan dalam firmannya yang berbunyi
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (QS:  Al- Ahzab : 21)[40]
Jadi disini bisa kita ambil ibroh, bahwa dalam membentuk watak anak perlu ada panutan baik dari pendidik (Sekolah), Orang tua (Keluarga), dan Masyarakat (Lingkungan Sekitar). Dari hal itu secara perlahan akan menjadi pribadi anak.
2.      Pendidikan dengan adat kebiasaan
Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syari’at islam, bahwa sang anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus dan iman kepada Allah.

Ini sesaui dengan yang difirmankan oleh Allah:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS; Ar-ruum : 30)[41]

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Dari sinilah peran pembiasan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus.[42]
3.      Pendidikan dengan Nasihat
Metode yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak adalah pendidikan dengan pemberian nasihat. Sebab, nasihat ini dapat membukakan mata anak-anak, mendorong pada situasi yang luhur, dan menghiasi dengan akhlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prisip islam.[43]
Maka tak heran jika Al-Qur’an memakai metode ini, yang bebicara pada jiwa dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat dan tempat. Dan sudah menjadi sepakat, bahwa nasihat yang tulus akan berpengaruh dan berbekas, jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, dan akal yang bijak akan cepat mendapatkan tanggapan dan meninggalkan bekas.
Dalam Al-Qur’an telah menegaskan pengertian ini dalam banyak ayat dan berulang kali menyebutkan manfaat dari peringatan atau nasihat.
öÏj.sŒur ¨bÎ*sù 3tø.Ïe%!$# ßìxÿZs? šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÎÎÈ  
Artinya: dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (QS; Ad-Dzarriyat; 55)[44]
4.      Pendidikan dengan Perhatian
Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memeperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah, dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya-tanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.[45]
Tentang perhatian ini banyak di sebutkan dalam Al-Qur’an diantaranya:
öãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur $pköŽn=tæ ( ÇÊÌËÈ  …..  
Artinya: dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (QS; Taahaa; 132)[46]

5.      Pendidikan dengan memberikan hukuman (Punishmen)
Pada dasarnya, hukum-hukum syariat Islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsipnya yang universal. Inilah metode yang dipakai oleh islam dalam upaya memberikan hukuman kepada anak antara lain:
a.       Lemah lembut dan kasih sayang
b.      Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman
c.       Dalam upaya memperbaiki, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.[47]












Daftar Rujukan


Abdullah Nashih Ulwan, 1981. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam Bandung; Asy-Syifa. 1981
Alex, 2005. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer Surabaya: Karya Harapan.
Beni Ahmad saebani dan Abdul hamid, 2010. Ilmu Akhlak  Bandung: Pustaka Setia.
Bisri, 2012. Akhlak, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI.
Hery Noer Aly, 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logas Wacana Ilmu.
Juwariyah, 2010. Dasar-Dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: teras.
Kingsley Price, 1965. Education and Philosiphical Through Boston, Lisa : Allym and Bacan Inc.,
M. Quraish Shihab, 2013. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat Bandung: Mizan.
Marzuki 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia, Yogyakarta: Debut Wahana Press. 
Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta, Arr-Ruzz Media.
Muhibbin Syah, 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Bandung: Rosdakarya.
Mustofa, 2010. Akhlak Tasawuf  Bandung: Pustaka Setia. 2010
Sulton Fatoni dan Wijdan Fr, 2014. The Wisdom of Gus Dur;Butir-Butir Kearifan Sang Waskita, Bandung: Imania.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Zuhairini, dkk., 1995. Filsaaafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995


[1] Mahasiswa Pasca STAIN Pamekasan
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. (Jakarta: Balai Pustaka. 2001), 232
4 Kingsley Price, Education and Philosiphical Through (Boston, Lisa : Allym and Bacan Inc., 1965), 4
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakarya. 2010), 10
[4] Ibid
[5] Beni Ahmad saebani dan Abdul hamid, Ilmu Akhlak  (Bandung: Pustaka Setia. 2010), 13
[6] Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan. 2005), 21
[7] Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia. 2010), 12
[8] Ibid
[9] Beni Ahmad saebani dan Abdul hamid, Ilmu Akhlak, 14
[10] Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penerjemag Al-Qur’an. 1971), 1076
[11] Sulton Fatoni dan Wijdan Fr, The Wisdom of Gus Dur; Butir-Butir Kearifan Sang Waskita, (Bandung: Imania, 2014), 4
[12] Zuhairini, dkk., Filsaaafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1995),  162
[13] Bisri, Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2012), 7
[14] Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), 22 
[15] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2013), Cet. Ke 13. 348
[16] Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, 22
[17] Al-Qur’an dan Terjemah, 1118
[18]Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam, cet II (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 153-154
[19] Ibid. 22.
[20] Al-Qur’an dan Terjemah, 845
[21] Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, 154
[22] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 358
[23] Ibid., 358
[24]Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, 19
[25]Al-Qur’an dan Terjemah, 654
[26]Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Depok: Raja Grafindo Persada.2011) 355
[27]Ibid., 355-356.
[28] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:PT Logas Wacana Ilmu, 1999) 76
[29] Al-Qur’an dan Terjemah, 862
[30] Al-Qur’an dan Terjemah,  92
[31] Al-Qur’an dan Terjemah, 13
[32] Al-Qur’an dan Terjemah, 46
[34]Al-Qur’an dan Terjemah, 216
[35]Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta, Arr-Ruzz Media,  2012), 120
[36] Juwariyah, Dasar-Dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: teras, 2010), 47
[37] Abdul Majid dan Diah Andayani, Pendidikan Karakter..., 10
[38]Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan,  Studi Ilmu Pendidikan Islam..., 120
[39] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Bandung; Asy-Syifa. 1981), 2
[40] Al-Qur’an dan Terjemah,  670
[41] Al-Qur’an dan Terjemah, 645
[42] Ibid, 43
[43] Ibid, 64
[44] Al-Qur’an dan Terjemah, 862
[45] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, 103
[46] Al-Qur’an dan Terjemah, 492
[47] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, 155-158


EmoticonEmoticon

Headline